Skor literasi di negara-negara maju menurun dalam dekade terakhir, terutama di kalangan warga berpenghasilan rendah.
Penggunaan smartphone dan media digital singkat membentuk pola pikir dangkal, memicu gejala ADHD, dan mengurangi kemampuan baca mendalam.
Membaca panjang melatih otak untuk analisis dan konsentrasi; hilangnya kebiasaan ini berpotensi melemahkan fondasi sains, kebebasan berpendapat, dan demokrasi.
Anak dari keluarga miskin menghabiskan lebih banyak waktu layar dibanding anak kaya, menciptakan jurang kognitif baru berbasis kelas sosial.
Kelompok elite mulai membatasi gawai anak lewat sekolah klasik mahal atau aturan ketat, sementara kebijakan publik belum efektif menyeimbangkan akses.
Masyarakat pasca-literasi akan lebih rentan terhadap demagogi, misinformasi, dan pengaruh oligarki karena kurangnya kapasitas berpikir panjang.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"