CEO teknologi seperti Jensen Huang dan Lisa Su mempromosikan AI sebagai "penyeimbang besar" sambil menyingkirkan peran kreativitas manusia sejati.
Dorongan memperkuat STEM dan mengorbankan humaniora dianggap bagian dari proyek AI yang meremehkan studi dan nilai kemanusiaan.
Klaim bahwa "semua orang kini seniman atau penulis" menurunkan makna kreasi menjadi sekadar imajinasi yang dieksekusi mesin.
Fanatisme AI berakar pada pemikiran Pencerahan yang mengagungkan rasio dan menjanjikan utopia ilmiah pascamanusia.
Narasi deterministik "ikut AI atau tertinggal" menempatkan manusia sebagai alat, bukan tujuan, sehingga dianggap anti-human.
Solusi tidak cukup lewat regulasi; diperlukan perubahan budaya mendasar tentang makna menjadi manusia dan nilai ciptaan manusia.
Penulis menyerukan "reenchanment": menghargai kerajinan, keterlibatan langsung, dan karya manusia sebagai tujuan itu sendiri.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"