Fenomena “perubahan konseptual karena prevalensi” menunjukkan bahwa norma visual dan perilaku memengaruhi persepsi kita terhadap emosi dan etika orang lain.
Konsep keistimewaan manusia (human exceptionalism) membuat kita menggunakan kriteria manusia sebagai tolok ukur untuk menilai kemampuan makhluk lain.
Teori umwelt menegaskan bahwa setiap spesies mengalami dunia sesuai dengan indra dan cara kognitifnya sendiri.
Banyak tes kognitif hewan bias karena menggunakan standar manusia dan kondisi laboratorium yang tidak alami.
Di alam liar, berbagai spesies menunjukkan empati, kerja sama, dan kemampuan kognitif lebih besar daripada yang terdeteksi di laboratorium.
Hewan-hewan seperti kolibri, gajah, dan lumba-lumba memiliki indra dan kemampuan unik yang melampaui kemampuan manusia.
Pendekatan moral yang terlalu fokus pada kesamaan dengan manusia (so like us) mengabaikan keanekaragaman kemampuan spesies.
Rasa kagum dan kerendahan hati dapat mengurangi egoisme dan mendorong perlindungan yang lebih baik terhadap makhluk hidup lain.
Human exceptionalism berkontribusi pada krisis ekologis, eksperimen laboratorium yang kejam, dan kebijakan lingkungan yang merusak.
Argumen buku mendorong pertanyaan baru: bukan apa yang menyerupai manusia, tetapi apa yang mampu dilakukan makhluk lain.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"