Joyent memulai layanan cloud sejak 2004 dan menjadi infrastruktur awal Twitter, LinkedIn, dan banyak aplikasi Facebook.
Mereka mengembangkan SmartOS dan virtualisasi container lewat Solaris Zones sejak 2005, delapan tahun sebelum Docker muncul.
Joyent mengakuisisi dan mendukung Node.js sejak Ryan Dahl bergabung, namun tidak cukup populer karena basis Solaris dan bukan Linux.
AWS menggunakan strategi harga agresif, distribusi global, dan ekosistem pengembang untuk mengungguli Joyent.
Joyent gagal menumbuhkan pasar startup dan developer, memilih mengejar klien enterprise dan telecom, hingga terlupakan pada 2010.
Pada 2016 Samsung mengakuisisi Joyent dengan harga sekitar $125 juta, jauh lebih kecil dibandingkan valuasi AWS.
Pada 2019 Joyent menghentikan layanan cloud publik dan membantu migrasi ke AWS, meski teknologinya mendasari ekosistem container modern.
Pelajaran penting: skala, distribusi, harga, dan ekosistem lebih krusial daripada menjadi yang pertama atau terbaik.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"