Baterai nuklir pertama digunakan pada alat pacu jantung sejak 1970 dengan plutonium-238 yang mampu bertahan puluhan tahun tanpa penggantian.
Masalah pelacakan dan pembuangan bahan radioaktif menyebabkan penghentian implantasi pacu jantung nuklir pada 1988.
Penelitian baterai nuklir kembali aktif setelah tahun 2000 dengan perusahaan dan institusi riset mengembangkan teknologi modern seperti betavoltaik dan konversi termolektrik.
Baterai nuklir memanfaatkan energi radioaktif dari peluruhan isotop (misalnya tritium, karbon-14, nikel-63, plutonium-238) dan mengubahnya menjadi listrik melalui semikonduktor atau pemanfaatan panas.
Aplikasi potensial meliputi pesawat antariksa tanpa awak untuk misi jarak jauh, sensor dan robot di lokasi terpencil, implan medis, militer, hingga drone mikro.
Tantangan utama adalah biaya bahan bakar radioaktif yang tinggi, kompleksitas perizinan, keamanan radiasi, sistem pelacakan, dan pasokan isotop terbatas.
Berbagai metode konversi diriset, antara lain betavoltaik, termolektrik (RTG), radioluminesensi, termionik, dan termofotovoltaik, dengan efisiensi dan kekuatan yang berbeda.
Beberapa pengembang terkemuka adalah Beijing Betavolt, Arkenlight, City Labs, Infinity Power, UKAEA, serta kolaborasi akademik yang menargetkan skala daya mikro hingga megawatt.
Keberhasilan komersial bergantung pada menemukan pasar baru di mana keuntungan baterai nuklir melebihi tantangan teknis, biaya, dan regulasi.
Momentum riset dan kemajuan teknologi membuka peluang agar baterai nuklir akhirnya dapat berkembang dan diaplikasikan secara luas dalam beberapa dekade mendatang.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"