Lebih dari setengah siswa dengan prediksi sukses di matematika lanjutan tidak diizinkan masuk kelas tersebut.
Rekomendasi guru sering menjadi satu-satunya kriteria, menciptakan bias dan diskriminasi terhadap siswa berpenghasilan rendah dan minoritas.
Siswa yang mengambil aljabar di kelas 8 lebih mungkin mengikuti fisika dan kimia di SMA dibandingkan siswa sepadan yang menunda aljabar hingga kelas 9.
Keputusan penempatan matematika bersifat arbitrer dan bervariasi antar sekolah, mengakibatkan ribuan siswa berprestasi tinggi terhambat jalurnya.
Legislasi North Carolina (HB986) mengharuskan siswa berlevel 5 mengikuti matematika lanjutan, tetapi perubahan skala penilaian meminggirkan pencapaian tertinggi.
Alat analitik EVAAS terbukti akurat memprediksi kesuksesan matematika lanjutan, namun tidak dimanfaatkan secara optimal dalam kebijakan penempatan.
Kekurangan guru matematika lanjutan membatasi kemampuan sekolah menambah kelas lanjutan meski ada permintaan dan kapasitas siswa.
Diprioritaskan penerapan penempatan berbasis data longitudinal dan transparansi untuk memastikan akses adil ke mata pelajaran matematika lanjutan.
Get notified when new stories are published for "Berita Peretas 🇮🇩 Bahasa Indonesia"